Senin, 03 Desember 2007

Membahasakan Pergumulan

Doa Seorang Ter-PHK
Oleh: Andar Ismail

Bapa kami yang ada di sorga,
Nasibku disebut secara halus:
pemutusan hubungan kerja,
berstatus dirumahkan,
atau berhenti secara terhormat.

Istilah-istilahnya bagus,
namun kenyataannya
nasibku gawat:
dipecat,
menganggur alias hilang
pekerjaan,
gigit jari dan hilang jati diri.


Perusahaan kami memang merugi,
biaya produksi semakin tinggi,
mutu produk lebih rendah,
kepastian hukum lemah,
jaminan keamanan gawat,
penyerahan barang sering terlambat.
Akibatnya perusahaan tidak mampu berkompetisi,
maka bangkrutlah kami.

Ruangan kerja itu aku pamiti,
lemari, meja dan kursi.
Sembilan belas tahun aku berkarya di sini.
Pohon kelapa di depan jendela
menjadi saksi.
Terbayang lagi ketika tunas kelapa itu kugali,
tingginya cuma beberapa senti,
sekarang ia sudah jadi pohon tinggi,
dan ... buahnya padat lebat,
buah dari tunas sembilan belas tahun lewat.

Air mata perpisahan bertetesan,
direksi dan semua karyawan
saling berpegangan tangan,
lubuk hati penuh perasaan dan dambaan,
semoga tiap orang menemukan jalan,
mendapatkan lowongan pekerjaan,
meneruskan perjalanan ke masa depan.

Hari-hari pertama tinggal di rumah
mula-mula terasa seperti liburan mewah,
santai tidak harus bergegas berangkat subuh,
namun setelah itu hidup terasa tidak puguh:
Apa yang harus kukerjakan?

Kemarin membersihkan kolam ikan, hari ini menggemburkan tanaman,
kesibukan memang bisa dicari,
namun hati tetap frustrasi:
Bagaimana mengamalkan ilmu yang kupunyai,
bagaimana membuahkan jati diri profesi?

Anggaran belanja keluarga langsung dipotong,
kini tidak ada lagi pemasukan,
hidup hanya bergantung dari tabungan,
yang lambat laun bisa menjadi kosong.
Memikirkan kedua anak membuat hati lebih resah,
mereka masih duduk di sekolah menengah,
jalan yang harus mereka tempuh masih panjang
dan biaya yang dibutuhkan tidak bisa terbayang.

Selama ini kesempatan kerja
kami anggap biasa,
jarang kami syukuri sebagai hal istimewa.
Namun kini pekerjaan itu tiba-tiba tiada,
barulah ia terasa begitu berharga.
Dulu kami sering bersikap enggan,
pekerjaan sehari-hari kami anggap bosan,
tugas-tugas kami rasakan sebagai beban,
perintah majikan kami lihat
sebagai penindasan,
penanam modal kami pandang
sebagai pemerasan.

Namun sekarang barulah terasa
bahwa majikan adalah mitra,
bahwa penanam modal
menyediakan lapangan kerja.
Sekarang terbuka bagiku
sebuah pemahaman:
kerja adalah amanat luhur Tuhan. 1)

Sebab itu di hadapan-Mu
kini aku berkhidmat,
mengenang masa kerja
sembilan belas tahun yang lewat,
mensyukuri pekerjaan
yang telah kujalani,
mensyukuri kesempatan
menumbuhkan diri,
mensyukuri segala hikmah
dan pengalaman,
mensyukuri semua teman,
majikan, dan karyawan.

Di hadapan-Mu juga aku meneduhkan hati,
menghadapi masa depan yang kurang pasti.
Ke hadapan-Mu kuserahkan kekhawatiran hari esok lusa,
sambil percaya bahwa burung di udara pun Bapa pelihara. 2)
Tiap hari aku akan memburu lowongan kerja
sambil tetap berdoa: Berikanlah kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya. 3)

Amin.

1) Kej. 2:15
2) Mat. 6:26
3) Mat 6:1

*) Penulis adalah pengarang buku-buku renungan.



Dikembangkan Oleh Gloria Cyber Ministries
© Copyright 2000-2007.
All rights reserved.

Tidak ada komentar: